![]() |
FOTO: VIDYADI
Kain
tenun Timor yang dipamerkan
|
Beragam
kreasi perempuan Indonesia tersaji di Katumbiri Expo 2012. Produk tekstil dan
batik mendominasi pameran yang berlangsung hingga 9 Desember di Balai Sidang
JCC, Senayan, Jakarta. Namun, dari sekian karya yang ditampilkan, terselip
warisan budaya dari Timur yang memesona.
“Ini
adalah kain tenun dari Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT),” ujar pemilik stand “Yasim” Regina. Kain tersebut terbuat
dari kapas asli. Kapas dipelintir dengan tangan untuk memisahkan serat-serat
untuk dijadikan benang. Serat tersebut dipintal lalu dipelintir lagi
menggunakan tangan. Benang yang sudah jadi kemudian direbus bersama akar pohon
mengkudu dan beringin. Setelah selesai dimasak, benang pun siap ditenun.
Dengan
menggunakan alat tenun bukan mesin yang terbuat dari kayu, benang-benang
tersebut dirangkai menjadi selembar kain. Para penenun yang mayoritas merupakan
perempuan berusia lanjut dengan sabar dan teliti memasukkan sehelai demi
sehelai benang ke dalam alat tenun. Memasukkan benang tidak lah asal. Mereka
harus memikirkan pola yang akan dibuat agar hasil jadinya terlihat indah.
Beragam motif
Kain
tenun yang dihasilkan memiliki motif yang beragam. Jangan lah heran jika tidak
ditemukan motif yang sama. “Desainnya itu berasal dari pikiran penenunnya
sendiri. Makanya, beda-beda semua desainnya karena yang buat beda-beda,” kata
perempuan kelahiran Timor ini.
Motif
kain tenun Timor memang terlihat primitif dengan berbagai jenis bentuk, seperti
geometris (segi empat), garis, hewan, dan parang. Setiap desa di Timor memiliki
motif tersendiri yang merupakan ciri khas dari kampung tersebut. Misalnya, kain
tenun yang dihasilkan dari Desa Nungkolo berwarna hitam dengan motif tumbuh-tumbuhan, yaitu bunga dan dedaunan.
Kain
tenun NTT memiliki perbedaan dengan kain tenun daerah lainnya di Indonesia. Kain
tersebut bernama Buna, yang dalam bahasa setempat berarti anyaman tangan.
Berbeda dengan tenun ikat yang rata, kain ini terasa timbul saat disentuh. Di
seluruh Indonesia, hanya Timor Barat yang memproduksinya. Saat ini, Buna sudah
sulit ditemukan.
![]() |
FOTO: VIDYADI
Melayani pembeli
|
Untuk
menghasilkan kain berukuran 1 x 1,8 meter saja, para penenun membutuhkan waktu
hingga tiga tahun. Bagi penenun yang telaten, mereka bisa membuatnya dalam waktu
paling cepat selama satu tahun. “Jadi, satu perempuan di sana cuman bisa buat
satu atau dua (kain) dalam hidupnya,” kata perempuan yang juga berdarah
tionghoa ini.
Harga
yang ditawarkan berkisar antara Rp300 ribu hingga Rp3,5 juta. Harga tersebut
terbilang murah, dibandingkan dengan proses pembuatannya yang membutuhkan waktu
yang panjang serta sulitnya mendapatkan kain tenun. Soal kualitas, tidak perlu
diragukan lagi. “Ini kita cuci berkali-kali tidak keluar (luntur) warnanya
karena warna natural,” ujar Regina.
Kain
tenun Timor biasa digunakan sebagai sarung dan selimut. Ada pula yang
menggunakannya sebagai taplak meja ataupun jaket. Bagi para pecinta seni,
mereka biasa membelinya sebagai pajangan.
Indonesia
memang dikenal sebagai negara yang memiliki banyak kebudayaan. Beragam karya
seni telah menarik perhatian masyarakat Indonesia hingga dunia. Mereka pun tak
segan datang langsung untuk mencari “harta karun” itu. Bagaimana, apakah Anda
siap berburu “harta karun”?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda sungguhlah berarti... :)