Senin, 03 Desember 2012

Hidup dalam Panggilan Jiwa

FOTO: VIDYADI
Di saat anak-anak pada umumnya bercita-cita sebagai dokter, tentara, ataupun insinyur, Donny de Keizer (36) malah bercita-cita sebagai jurnalis dan broadcaster. Sejak umur tiga tahun, ia sudah diperkenalkan dengan dunia televisi. Ayahnya memang dikenal sebagai public figure di tempat kelahirannya, Makassar, Sulawesi Selatan. Saat ayahnya diundang menyanyi di TVRI Makassar, Donny kecil diajak ikut. Ia pun sempat mengisi acara anak di stasiun TV yang sama. Di saat itulah, panggilan untuk menjadi broadcaster muncul.
Kesempatan itu baru datang ketika Donny memasuki kelas 3 SMA. Saat itu, ia bekerja sebagai presenter di TVRI Yogyakarta. Setelah dua tahun bekerja, ia pun menjadi reporter. Setelah lulus SMA, pria bernama lengkap Donny Perdana de Keizer memutuskan untuk melanjutkan studi ke sekolah yang berkaitan dengan jurnalistik dan broadcasting.
Berbagai jenjang karier telah ia lewati. Mulai dari interviewer, produser program berita hingga produser eksekutif. Lima belas tahun sudah, Donny bekerja di dunia televisi. Saat ini, ia sudah tidak mementingkan karier lagi. Fokusnya saat ini adalah menjalankan passion-nya sebagai jurnalis dan broadcaster.
Selama menjadi jurnalis, beragam kejadian pernah newscaster Beritasatu TV ini alami. Ketika melakukan tugas peliputan; ada peristiwa huru-hara, aksi demonstrasi, hingga hampir terkena peluru nyasar. Baginya, itu adalah tantangan yang wajar. Secara prinsip, ia tidak pernah merasakan beban berat. Menurut Donny, tantangan itu pasti ada, tergantung tantangan itu bagaimana disikapinya. Tantangan itu dijadikan alat untuk meningkatkan kemampuan diri.

Bekerja di profesi yang dicintai membuat setiap hari terasa berkesan bagi fasilitator di Talk Inc. Tapi, yang sangat berkesan baginya adalah saat bertugas ke Timor Leste. “Saya berangkat sendiri. Saya hanya menggunakan satu kamera handycam. Saya menjadi reporter dan kameramen. Situasi sangat mencekam, tinggal di rumah penduduk, syuting sendiri sampai kirim gambar ke Jakarta,” ungkapnya. Selain itu, Donny juga pernah bertugas di Istana Negara selama lima tahun, satu tahun bersama Megawati Soekarnoputri dan empat tahun bersama Susilo Bambang Yudhoyono. Hal lainnya adalah kebanggaan saat namanya tertayang di credit title sebagai kerabat kerja di akhir acara. Banyak lagi peristiwa yang tidak mampu diungkapkan satu per satu.

Pilihan hidup
FOTO: VIDYADI
Saat memutuskan menjadi jurnalis, orang tua Donny tidak melarangnya. Ia diberikan kebebasan untuk memilih, asal bertanggung jawab dengan pilihan itu sendiri. “Ketika itu, profesi wartawan bukan profesi yang disukai orang. Tapi, (bagi saya) itu panggilan jiwa,” ujarnya. Meskipun ibunya ingin Donny bekerja di Telkom, namun dia tetap membebaskan putranya untuk mengambil keputusan. Ia merasa tidak salah pilih karena telah menjalani apa yang telah ia cintai.
Baginya, menjadi jurnalis adalah menjalankan hobi dan passion, tetapi bisa menjadi sumber income.  Donny tak memungkiri, saat ia memutuskan untuk menjadi jurnalis, ada kekhawatiran pihak keluarga mengenai nasibnya. Namun, keluarga tetap mendukung keputusan yang diambilnya. Donny pun membuktikan bahwa dirinya bisa sukses di bidangnya.
“Intinya, lakukan apapun asalkan sungguh-sungguh, serius, dan konsisten di bidang itu, Anda bisa sukses. Bagi saya, sukses itu tidak hanya dinilai dari berapa banyak yang Anda dapat, berapa besar keuntungan yang Anda dapat, tapi seberapa banyak orang yang bisa Anda touch dengan profesi itu, seberapa banyak bisa memberikan pengaruh bagi masyarakat itu juga sebuah kesuksesan,” ungkapnya.

Di mata orang lain
Di tempat kerjanya saat ini, Beritasatu TV, Donny dinilai oleh rekan kerjanya sebagai sosok periang dan bersahabat. Meskipun beberapa rekannya jarang berinteraksi, kesan tersebut muncul saat sesekali bertemu. Presenter Beritasatu Amanda juga mengutarakan hal yang sama.
“Sebagai presenter, dia karismatik, tapi cair. Ia punya cara tersendiri bersama narasumber, bisa membuat dialog itu menjadi menarik dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang penuh intrik, namun tidak dengan cara yang menyinggung atau kurang ajar,” kata Mandy, panggilan akrabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda sungguhlah berarti... :)