Tanggal
13 Mei 1998 menjadi tanggal bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia. Pada
saat itu, Indonesia sedang dilanda krisis moneter yang semakin menyengsarakan
penderitaan rakyat. Gelombang aksi protes dan demonstrasi pun terjadi di
berbagai pelosok daerah, khususnya di Jakarta. Sebagian besar aksi berakhir
ricuh. Masyarakat yang sudah frustasi pun mengambil kesempatan ini untuk
melakukan penjarahan. Hari itu terasa sangat mencekam bagi saya dan keluarga
saya.
Saat
peristiwa itu terjadi, saya masih berumur 6 tahun. Saya berada di sekolah (TK)
yang lokasinya tidak jauh dari rumah saya di Jatinegara, Jakarta Timur. Pagi
itu, sekitar pukul 7 pagi, saya sudah berada di sekolah dan sedang bermain di
area taman bermain. Dalam memori saya, sekelompok massa melewati jalan raya di
depan sekolah saya. Sekolah saya berada persis di depan Jalan Matraman Raya,
Jakarta Timur. Massa pun berjalan dengan membawa barang yang sangat banyak. Api
pun terlihat di tengah jalan raya.
Mungkin
karena saya melihat ada keramaian di luar, saya pun tertarik untuk melihatnya. Saya
berlari keluar untuk melihatnya, bahkan saya sempat memanjat pagar yang masih
terkunci. Namun, usaha saya itu gagal karena ada petugas sekolah yang membawa
saya masuk ke dalam kelas. Saya tidak tahu bagaimana nasib saya selanjutnya
jika saja petugas sekolah itu tidak mengamankan saya ke dalam kelas. Mungkin
saya akan menjadi korban dari kerusuhan itu.
Ibu
saya juga pernah menceritakan pengalaman saat terjadi kerusuhan Mei 98. Saat
itu, ibu saya tidak pernah berpikir bahwa kerusuhan itu terjadi sangat cepat
dan sampai ke lingkungan sekitar rumah saya. Ibu saya bercerita, kerusuhan
pertama kali diketahuinya di daerah Kota, Jakarta Utara. Informasi itu
didapatkan dari adik ibu saya yang tinggal bersama nenek saya di daerah Kramat
Jaya Baru, Jakarta Pusat saat mendengarkan radio.
Pagi
itu, seperti biasa, ibu saya sedang melakukan kegiatan rumah tangga. Telepon
berbunyi dan ternyata itu berasal dari adik ibu saya. Ia mengatakan bahwa
kerusuhan terjadi di Kota. Ia pun juga menyuruh ibu saya mendengarkan radio
yang saat itu sedang melaporkan kerusuhan itu. Namun, karena ibu saya sedang
mengerjakan pekerjaan rumah tangga, ibu saya pun tidak sempat menyalakan radio.
Tidak lama setelah telepon yang pertama, adik ibu saya kembali menelepon. Ia
memberi tahu bahwa massa sudah sampai di Sawah Besar. Namun, karena lokasi
terjadinya kerusuhan cukup jauh, ibu saya tidak terlalu khawatir.
Beberapa
menit kemudian, adik ibu saya kembali menelepon. Ia kembali menyarankan untuk
mendengarkan radio untuk memantau pergerakan massa yang saat itu sudah berada
di Pasar Baru. Terjadi penjarahan besar-besaran di sana. Sejumlah massa
membakar ban bekas di tengah jalan, bahkan membakar juga sejumlah toko di Pasar
Baru. Suasana digambarkan sangat mencekam. Ibu saya masih tetap tenang,
mengingat jarak antara Pasar Baru dengan tempat tinggal kami masih cukup jauh.
Telepon
pun kembali berdering, tidak lama setelah telepon yang sebelumnya. Adik ibu saya
memberitahukan bahwa massa sedang bergerak ke Gunung Sahari. Namun, melihat
jarak yang masih cukup jauh, ibu saya masih belum begitu khawatir. Bahkan, ibu
saya sempat bepikir bahwa kerusuhan akan segera selesai dan tidak akan sampai
ke daerah tempat tinggal kami.
Adik
ibu saya kembali menelepon dan memberitakan bahwa massa sudah sampai ke Pasar
Senen. Penjarahan dan pembakaran yang terjadi di Pasar Baru, terjadi pula di
Pasar Senen. Ibu saya pun mulai khawatir dengan pergerakkan massa yang begitu
cepat. Adik ibu saya pun menyarankan untuk segera menjemput kakak saya yang
berumur 7 tahun (kelas 1 SD) di sekolahnya yang berada di Jatinegara Barat,
Jakarta Timur. Ibu saya pun segera menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya dan
bersiap-siap untuk menjemput kakak saya.
Tidak
lama berselang, adik ibu saya menelepon kembali dan mengabarkan bahwa massa
sudah sampai di Salemba dan sedang menuju ke arah Matraman. Mendengar hal itu,
ibu saya segera berlari menuju sekolah kakak saya yang berjarak sekitar 1 km
dari rumah. Setelah tiba di sekolah, ternyata pihak sekolah sudah memulangkan
para siswanya. Siswa yang belum dijemput oleh orang tuanya tetap berada di
kelas hingga orang tuanya datang menjemput.
SUPERKORAN.INFO |
Setelah menjemput kakak saya, ternyata massa sudah berada di Matraman dan bergerak menuju ke arah Pasar Jatinegara. Di daerah itu, terdapat sebuah pusat perbelanjaan yang berada tepat di seberang Pasar Jatinegara. Di dalamnya, terdapat supermarket, department store, dan sejumlah toko. Massa pun masuk ke dalam pusat perbelanjaan tersebut dan menjarah semua barang yang berada di dalamnya. Massa pun sempat membakar bangunan tersebut.
Sudah
13 tahun kejadian itu terjadi, namun kenangan itu masih ada. Keadaan yang
mencekam dan rasa takut itu masih terekam jelas di ingatan sejumlah orang yang
menyaksikan dan mengalami sendiri peristiwa kelam itu. Sampai kapan pun,
peristiwa Mei 98 akan menjadi sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang akan
selalu dikenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda sungguhlah berarti... :)