Selasa, 20 November 2012

Kepedulian di Tengah Ketidakpedulian

Seperti biasa, lalu lintas Jakarta di sore hari selalu macet. Pada Senin (19/11), saya pulang dari kampus menuju ke rumah saya di kawasan Jakarta Timur. Hujan deras yang mengguyur ibu kota sore itu menambah padat arus lalu lintas. Tak hanya jalan, bus yang saya tumpangi pun juga tak kala padat.
Kala itu, saya tidak kebagian tempat duduk. Alhasil, saya harus berdiri dengan bawaan saya yang cukup banyak. Pundak dan betis pun terasa sangat pegal. Maklum, saya harus berdiri selama kurang lebih dua setengah jam. Biasanya, waktu tempuh hanya 45 menit hingga satu jam. Saya pun hanya bisa “menikmati” apa yang saya rasakan ini.
Ada pemandangan tak biasa yang saya temui saat itu. Ketika bus berada di sekitar Bunderan HI, saya melihat seorang bapak tua yang membantu pemuda yang hampir pingsan. Wajah laki-laki, yang saya perkirakan berusia sekitar 25 tahun itu, terlihat pucat. Wajahnya penuh dengan peluh, napasnya tersengal-sengal. Bahkan, ia pun tak sanggup membuka matanya.
Di saat penumpang lain hanya melihat pemuda itu, bapak tua itu sibuk membantu pemuda itu duduk. Ia bertanya kepada penumpang lain adakah yang membawa minyak angin. Beruntung, salah seorang penumpang mau meminjamkan minyak angin miliknya. Seketika, bau khasnya semerbak memenuhi bus.
Bapak itu amat perhatian. Ketika mengetahui tujuan pemuda tersebut masih jauh, ia menyarankan untuk naik ojek saja. Kekhawatiran akan menjadi korban kejahatan menjadi alasan utama. Tak hanya itu, ia memberikan nasehat kepada pemuda tersebut. “Kalau udah sampai rumah, minum teh manis,” kata bapak tua itu dengan lembut.
Sungguh, pemandangan yang cukup langka ditemukan di Jakarta. Di saat kebanyakan masyarakat hanya bisa menonton atau menyaksikan (seperti peristiwa kebakaran, kecelakaan, dan lainnya), masih ada sebagian warga yang mau membantu orang yang sedang kesusahan. Ternyata, masih ada kepedulian di antara ketidakpedulian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda sungguhlah berarti... :)