Minggu, 18 November 2012

Saat Wakil Rakyat Tak Mendengarkan Rakyat

ANTARA/PRASETYO UTOMO

Demo BBM Ricuh. Ratusan petugas kepolisian berusaha
menghalau para pengunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR,
Jakarta, Jumat (30/3). Demo menolak kenaikan BBM akhirnya
berakhir ricuh.
Aksi demonstrasi yang terjadi sejak Selasa, 27 Maret 2012, menunjukkan bahwa rakyat dengan tegas menolak kenaikan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012 mendatang. Unjuk rasa tidak hanya terjadi di Jakarta, melainkan juga di berbagai kota lainnya di Indonesia. Sebagian besar demo berakhir ricuh dan anarkis, suatu peristiwa yang sangat disesalkan harus terjadi!
Demontrasi pada Jumat, 30 Maret 2012, di depan Gedung DPR, Senayan seakan menjadi klimaks kekesalan mahasiswa dan rakyat yang asprasinya tidak ditanggapi anggota DPR. Mereka harus menunggu Rapat Paripurna yang diskors hingga lima jam lebih tanpa kepastian kapan dimulai. Padahal, hasil akhir rapat itu sangat menentukan nasib rakyat.
Setelah rapat dimulai pun, rakyat tidak bisa langsung mengetahui hasilnya. Sidang diwarnai dengan hujan interupsi, saling sindir, hingga sempat terjadi kericuhan. Setelah menunggu cukup lama, rakyat hanya bisa gigit jari dengan keputusan sidang yang menyetujui opsi 2, yaitu adanya penambahan pada Pasal 7 Ayat 6a yang memungkinkan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi jika harga minyak Indonesia (ICP) berada di atas 15% dalam 6 bulan. Ini artinya, harga BBM bersubsidi bisa naik sewaktu-waktu mengikuti harga minyak dunia.
Mereka yang memilih opsi 2 adalah partai politik yang bermuka dua. Mereka dengan tegas menyatakan menolak kenaikan harga BBM pada 1 April, namun malah memilih opsi memberikan ruang untuk kenaikan harga BBM di kemudian hari. Inilah bentuk ketegasan dalam ketidaktegasan! Kalau memang menolak kenaikan harga BBM, kenapa harus memberi ruang bagi pemerintah untuk menaikan harga mengikuti harga pasar? Sungguh, suatu langkah yang hanya mengandalkan citra pro kepada rakyat, tetapi memilih keputusan yang pro pada kepentingan politik golongan tertentu.
Hasil itu memang sungguh mengecewakan rakyat. Aksi demonstrasi tolak kenaikkan harga BBM seakan menjadi sia-sia karena keputusannya tidak memihak kepada rakyat. Kini, masyarakat harus menunggu (lagi) dalam ketidakpastian, padahal harga kebutuhan pokok sudah terlanjur naik. Yang jelas, jeritan masyarakat Indonesia sudah tidak lagi didengar “wakil rakyat.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda sungguhlah berarti... :)